Pelestarian Kawasan Kampung Batik Laweyan Kota Surakarta

Oleh: Andri Satrio Pratomo
Alumnus Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Oleh: Antariksa
Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Oleh: Septiana Hariyani
Staf Pengajar Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik Kawasan Kampung Batik Laweyan yang terdiri dari karakteristik fisik (meliputi pola penggunaan lahan dan kondisi bangunan) dan karakteristik non fisik (meliputi aspek sosial budaya ekonomi masyarakat kawasan Kampung Laweyan), serta menentukan bangunan kuno yang potensial dilestarikan berdasarkan makna kultural. Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, digunakan untuk mengetahui karakteristik kawasan Kampung Batik Laweyan yang terdiri dari karakteristik fisik (meliputi pola penggunaan lahan dan kondisi bangunan) dan karakteristik non fisik (meliputi aspek sosial budaya ekonomi masyarakat kawasan Kampung Laweyan); analisis pembobotan dengan metode skoring untuk menentukan bangunan kuno yang potensial dilestarikan berdasarkan delapan kriteria makna kultural (estetika, kejamakan, kelangkaan, keluarbiasaan, peranan sejarah, keaslian bangunan, keterawatan, dan memperkuat citra kawasan) di kawasan Kampung Batik Laweyan. Peruntukan lahan kawasan Kampung Laweyan saat ini didominasi oleh fungsi permukiman, komersial dan kegiatan industri batik adalah tergolong peruntukan campuran atau mix use. Bangunan kuno yang potensial dilestarikan dengan nilai makna kultural di atas atau sama dengan 14,45 adalah sebanyak 35 bangunan yang tersebar pada kawasan Kampung Laweyan. Berdasarkan penilaian kriteria-kriteria makna kultural yang telah dilakukan dengan metode pembobotan, maka dapat diketahui bahwa dari 80 bangunan yang diteliti terdapat 19 bangunan yang memiliki tingkat potensial tinggi untuk dilestarikan (preservasi), 16 bangunan yang memiliki tingkat potensial sedang (konservasi), dan 45 bangunan yang memiliki tingkat kurang potensial untuk dilestarikan (rehabilitasi/restorasi).

ABSTRACT

The aim of this study is to identify the characteristic of Kampung Batik Laweyan which consist from physical characteristic (land use pattern and building condition), and non physical characteristic (social, culture, economic aspect community area of Kampung Laweyan), along with determine the ancient building which potential to be conserve based on cultural meaning. The method of this study is descriptive used for identify characteristic area of Kampung Batik Laweyan which consist of physical characteristic and non physical characteristic; and analysis quality with scoring method to determine ancient building which potential to be conserve based on eight criteria of cultural meaning (aesthetics, plurality, peculiarity, historical role, building authenticity, treatment, strengthen an image area) in the area of Kampung Batik Laweyan. The allotment of land area of Kampung Laweyan dominated by function of settlement, commercial and batik industrial activity is classified the allotment of mix use. Ancient building which potential preserved with cultural meaning value or the same with 14.45 is amounting to 35 buildings spread in the area of Kampung Batik Laweyan. Based on criteria value of cultural meaning which already carry out with ranking method, then can be found out that of 80 buildings which examine exist 19 buildings have high potential level to preserved, 16 buildings have medium potential level to conserved, and 45 buildings have less potential level to rehabilitate or restoration.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Laweyan merupakan suatu kawasan sentra industri batik yang unik, spesifik dan bersejarah. Dilihat dari segi sejarah menurut Mlayadipuro (1984), keberadaan Kampung Laweyan Surakarta sudah ada sejak sebelum tahun 1500M. Pada masa itu Kampung Laweyan dengan Pasar Laweyan dan Bandar Kabanarannya merupakan pusat perdagangan dan penjualan bahan sandang (lawe) Kerajaan Pajang yang ramai dan strategis (Priyatmono, 2004).

Ditinjau dari segi arsitektur rumah tinggal, Kampung Laweyan memiliki corak yang unik, spesifik, dan bersejarah disebabkan hampir sebagian besar rumah tinggal saudagar batiknya bercirikan arsitektur tradisional khas Laweyan. Atap bangunannya, kebanyakan menggunakan atap limasan bukan joglo. Dalam perkembangannya sebagai salah satu usaha untuk lebih mempertegas eksistensinya sebagai kawasan yang spesifik corak bangunan di Laweyan banyak dipengaruhi oleh gaya arsitektur Eropa dan Islam, sehingga banyak bermunculan bangunan bergaya arsitektur Indis (Jawa-Eropa) dan model ”gedong” (Priyatmono, 2004).

Semasa Kerajaan Pajang tahun 1546, Laweyan terkenal sebagai daerah penghasil tenun. Batik di Laweyan baru dikenal semasa Kerajaan Kasunanan Surakarta dan mengalami masa kejayaan di tahun 1960-an. Batik yang diproduksi di Laweyan adalah batik tulis (tradisional) dengan corak spesifik berbeda dengan batik yang dikembangkan di dalam tembok kraton. Kurang adanya proses regenerasi, sistem manajemen yang kurang bagus serta munculnya produk ”batik” printing di tahun 80-an menyebabkan industri batik di Laweyan mengalami gulung tikar hingga sekarang tinggal 15% dari jumlah industri yang pernah ada (Republika, 17 Juni 2003). Dalam perkembangannya perubahan fungsi kawasan yang semula didominasi oleh pengrajin batik menjadi non batik berpengaruh terhadap perubahan morfologi kawasan dan permukimannya (Priyatmono, 2004).

Dilihat dari sosial budaya masyarakatnya, Laweyan memiliki ciri yang khas. Menurut Priyatmono (2004), di Laweyan terdapat beberapa kelompok sosial dalam kehidupan masyarakatnya. Kelompok tersebut terdiri dari juragan (pedagang), wong cilik (orang kebanyakan), wong mutihan (Islam atau alim ulama) dan priyayi (bangsawan atau pejabat). Selain itu, dikenal pula golongan saudagar atau juragan batik dengan pihak wanita sebagai pemegang peranan penting dalam menjalankan roda perdagangan batik yang biasa disebut istilah mbok mase.

Terdapat enam situs bangunan kuno (benda cagar budaya) di kawasan Kampung Batik Laweyan yang termasuk dalam cagar budaya, sebagaimana yang tercantum dalam SK Walikota Surakarta Nomor 646/116/1/1997 tentang Penetapan Bangunan-bangunan Dan Kawasan Kuno Bersejarah di Kota Surakarta yang dilindungi UU No. 5 T ahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya. Situs dan bangunan cagar budaya yang dilindungi dapat dilihat pada tabel 1.

Seiring dengan meningkatnya intensitas kegiatan komersial seperti perdagangan dan perkantoran, maka Kampung Batik Laweyan semakin lama terdesak oleh bangunan-bangunan baru yang lebih memiliki nilai ekonomis, namun miskin identitas, bangunan tersebut di bangun tanpa mempertimbangkan karakter bangunan di sekitarnya, sehingga tampak asing dan tidak estetis.

Tabel 1. Situs dan Benda Cagar Budaya di Kawasan Kampung Batik Laweyan
http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot1.JPG
Sumber: SK Walikota Surakarta Nomor 646/116/1/1997

Kondisi yang tampak di kawasan Kampung Batik Laweyan adalah lebih banyak bangunan kuno dan bersejarah yang terancam hancur perlahan lahan. Satu per satu bangunan kuno dengan keindahan arsitekturnya, mulai rusak, dan sebagian lain berubah fungsi menjadi ruko atau bangunan baru yang arsitekturnya berbeda dengan karakteristik kawasan secara umum. Banyak di antara bangunan-bangunan tua tersebut yang dibiarkan dalam keadaan rusak dan
tidak terpelihara. Bahkan bekas rumah Ketua SDI (Serikat Dagang Islam) H Samanhoedi -salah satu pahlawan nasional- tampak sudah tak utuh lagi, bagian depannya digempur habis.

Selain itu, adanya perubahan pemilikan tanah menyebabkan tanah beralih ke tangan pedagang non pribumi dan beberapa birokrat besar, yang profesinya tidak ada sangkut pautnya dengan proses pembuatan batik mengakibatkan terjadinya perubahan dan alih fungsi bangunan.
Penelitian yang pernah dilakukan di kawasan Kampung Batik Laweyan menyebutkan bahwa perubahan fungsi permukiman dari industri batik menjadi non batik banyak terjadi di tepi jalan, yaitu tepi jalan raya DR. Rajiman (jalan kota) dan jalan utama kawasan seperti Jalan Sidoluhur, Jalan Tiga Negri serta Jalan Nitik, sedangkan yang sedikit mengalami perubahan adalah di area kawasan bagian tengah. Dilihat dari aspek pertumbuhan bangunan, maka pertumbuhan bangunan baru banyak terjadi pada permukiman di tepi jalan raya DR. Rajiman (jalan kota) dan jalan utama Sidoluhur (Priyatmono, 2004). Kondisi ini jika dibiarkan terus-menerus dikhawatirkan identitas Laweyan akan hilang, yang berarti juga hilangnya salah satu identitas Kota Surakarta (lihat lampiran gambar 1 dan 2 pada lampiran).

Perumusan masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dijawab pada studi ini, yaitu sebagai berikut:

  1. Bagaimana karakteristik kawasan Kampung Batik Laweyan Kota Surakarta?
  2. Bangunan dan lingkungan kuno apa saja yang potensial untuk dilakukan tindakan pelestarian di kawasan Kampung Batik Laweyan berdasarkan makna kulturalnya?
  3. Bagaimana arahan pelestarian bangunan dan lingkungan kuno di kawasan Kampung Batik Laweyan Kota Surakarta?
Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka Pelestarian Kawasan Kampung Batik Laweyan Kota Surakarta mempunyai tujuan sebagai berikut:
  1. Mengidentifikasi karakteristik kawasan Kampung Batik Laweyan Kota Surakarta.
  2. Mengidentifikasi dan menganalisis bangunan dan lingkungan kuno yang potensial untuk dilakukan tindakan pelestarian di kawasan Kampung Batik Laweyan berdasarkan makna kulturalnya.
  3. Menganalisis dan menentukan arahan pelestarian bangunan dan lingkungan kuno di kawasan Kampung Batik Laweyan Kota Surakarta.
METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan untuk kepentingan penelitian ini adalah metode deskriptif untuk mengetahui karakteristik kawasan Kampung Batik Laweyan yang terdiri dari karakteristik fisik (meliputi pola penggunaan lahan dan kondisi bangunan) dan karakteristik non fisik (meliputi aspek sosial budaya ekonomi masyarakat kawasan Kampung Laweyan); analisis pembobotan dengan metode skoring untuk menentukan bangunan kuno yang potensial dilestarikan berdasarkan delapan kriteria makna kultural (estetika, kejamakan, kelangkaan, keluarbiasaan, peranan sejarah, keaslian bangunan, keterawatan, dan memperkuat citra kawasan); serta analisis development untuk menentukan arahan pelestarian fisik dan non fisik (yang meliputi aspek hukum, ekonomi, dan sosial) di kawasan Kampung Laweyan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TGL Kawasan Kampung Laweyan

Peruntukan lahan kawasan Kampung Laweyan saat ini didominasi oleh fungsi permukiman, komersial dan kegiatan industri batik yang tergolong peruntukan campuran atau mix use. Penggunaan lahan berupa permukiman dan kegiatan industri batik terutama terdapat di dalam kampung sedangkan untuk penggunaan perdagangan/komersial mendominasi di ruas Jalan DR. Rajiman. Kondisi tersebut sesuai dengan peruntukan yang ditetapkan pada kawasan ini, yaitu sebagai kawasan industri rumahan (home industry) batik. Selain peruntukan yang dominan sebagai permukiman dan kegiatan industri batik, juga terdapat beberapa bangunan yang berfungsi untuk usaha walet, gudang, dan juga bangunan kosong yang sudah ditinggalkan pemiliknya (gambar 1).

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot2.JPG http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot3.JPG
http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot4.JPG
Gambar 1. Rumah yang kosong dan ditinggalkan oleh pemilik.

Kondisi Bangunan di Kawasan Kampung Laweyan

Pada bagian ini akan dibahas tentang karakteristik bangunan kuno di kawasan Kampung Laweyan yang meliputi usia bangunan, fungsi bangunan, status bangunan, dan kondisi fisik bangunan.

a. Usia bangunan

Usia bangunan di kawasan Kampung Batik Laweyan bervariasi, yaitu antara usia 1525 yang tertua sebanyak 1,25% dan 1955 yang termuda sebanyak 5%. Mayoritas bangunan di kawasan Kampung Laweyan memiliki usia antara 50–100 tahun (60%), kondisi ini menunjukkan bahwa bangunan di kawasan Kampung Laweyan termasuk dalam lingkup objek pelestarian (gambar 2).

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot5.JPG
Gambar 2. Usia bangunan di kawasan Kampung Laweyan

b. Fungsi bangunan

Fungsi bangunan saat ini yang paling dominan adalah bangunan dengan fungsi rumah tinggal, yaitu sebanyak 58%, sedangkan sebagai fungsi rumah tinggal dan usaha batik sebesar 26%, rumah tinggal dan usaha non batik 14%, dan fungsi bangunan terkecil sebagai rumah tinggal sekaligus langgar sebesar 1,25% dan gudang sebesar 1,25% (gambar 3 dan 4).

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot6.JPG
Gambar 3. Fungsi bangunan di kawasan Kampung Laweyan

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot7.JPG

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot8.JPG

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot9.JPG

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot10.JPG
Gambar 4. Fungsi bangunan di kawasan Kampung Laweyan, berturut-turut (searah jarum jam) rumah tinggal, rumah tinggal dan usaha batik, rumah tinggal dan usaha non batik, dan gudang.

c. Status kepemilikan bangunan

Sebagian besar status bangunan merupakan hak milik pribadi (94%). Hal ini disebabkan karena pada umumnya masyarakat memperoleh bangunannya melalui warisan orang tua, sehingga kondisi ini menyebabkan kendala bagi Pemerintah dalam upaya pelestarian bangunan mengingat wewenang yang dimiliki Pemerintah masih lemah. Selain hak milik pribadi status bangunan di Laweyan beragam antara lain sewa (4%), wakaf (1%), dan merupakan bangunan milik pemerintah sebesar 1% (gambar 5).

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot11.JPG
Gambar 5. Status bangunan di kawasan Kampung
Laweyan

d. Kondisi fisik bangunan

! Berdasarkan hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa rata-rata KDB di Laweyan adalah sebesar 100% yang berarti bahwa sebagian besar bangunan menggunakan kapling tanah secara maksimal. Berdasarkan Koefisien Lantai Bangunannya (KLB) diketahui bahwa sebagian besar bangunan memiliki rata-rata KLB 100%. Jarak GSB di Kawasan Laweyan rata-rata adalah 0 meter. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar bangunan di Laweyan tidak memiliki sempadan muka bangunan; ! Tampak bangunan yang terletak di kawasan Kampung Laweyan bervariasi, yaitu dari polos (46%), teras (31%) dan lankan (23%);
! Dasar geometris bangunan yang teridentifikasi di kawasan Kampung Laweyan terdiri dari segitiga (94%) dan persegi (6%);
  • Berdasarkan proporsi ketinggian bangunan terhadap lebar jalan pada kawasan Kampung Laweyan berkisar antara 1:3;
  • Bangunan-bangunan di kawasan Kampung Laweyan seluruhnya merupakan bangunan permanen dengan konstruksi material dinding dari batu bata, diplester dengan sedikit ornamen pada sudut atau kolomnya. Ruang usaha batik pada umumnya tidak berdinding penuh, dan ada yang berdinding semi permanen (papan). Bentuk penutup atap adalah genteng dan pendukung atap berupa kerangka kayu dan sebagian berupa plat beton, yang terdapat pada teras luar dan dalam. Pintu dan jendela pada umumnya terbuat dari bahan kayu dan kaca serta lantai keramik bergambar/ berornamen. Letak pintu dan jendela dari rumah industri batik pada umumnya terletak simetris pada bidang dinding, mempunyai dua daun serta berpanil kayu dan kaca. Khusus pintu dan jendela yang menghadap ke luar, ada yang menggunakan daun pintu dua lapis, dengan panil kayu atau papan dan dengan panil kaca. Pintu dan jendela tersebut mengisyaratkan adanya privasi dan keamanan yang diperlukan oleh ruang (hunian) di dalamnya (gambar 6, gambar 7, dan gambar 8); dan
  • Aspek bentuk bangunan tradisional Jawa yang teridentifikasi di kawasan Kampung Laweyan terdiri dari joglo (16%), limasan (64%), dan kampung (20%). Hal ini menunjukkan bahwa bangunan di kawasan Kampung Laweyan memiliki keunikan disebabkan hampir sebagian besar bangunannya bercirikan arsitektur tradisional khas Laweyan dengan atap bangunannya kebanyakan menggunakan atap limasan bukan joglo (gambar 9).
http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot12.JPG http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot13.JPG http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot14.JPG
Gambar 6. Langit-langit lama dengan lubang ventilasi di kawasan Kampung Laweyan.

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot15.JPG http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot16.JPG http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot17.JPG
Gambar 7. Bentuk panil pintu dan jendela di kawasan Kampung Laweyan.

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot18.JPG http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot19.JPG http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot20.JPG
Gambar 8. Lantai berornamen di kawasan Kampung Laweyan.

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot21.JPG http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot22.JPG
http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot23.JPG http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot24.JPG
Gambar 9. Gaya bangunan di kawasan Kampung Laweyan, berturut-turut (searah jarum jam) kolonial, Jawa, campuran, dan berubah total.

Karakteristik non fisik kawasan Kampung Laweyan.

Ciri sosial yang berbeda adalah kedudukan lapangan pekerjaan yang kelihatan ”terasing” dalam masyarakat Surakarta dan terjadi pemisahan antara ikatan kerja yang bersifat ekonomis dan non ekonomis. Mereka menyatu dalam sistem sosial yang didasarkan orientasi wiraswasta. Oleh sebab itu, Kampung Laweyan lebih menunjukkan kehidupan dalam ciri-ciri ”kampung dagang”. Puncak struktur sosial dalam masyarakat Laweyan disebut keluarga majikan sedangkan status di bawahnya adalah kelompok tenaga kerja di perusahaan batik (gambar 10).

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot25.JPG

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot26.JPG

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot27.JPG

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot28.JPG
Gambar 10. Kegiatan batik di kawasan Kampung Laweyan.

Bangunan kuno yang potensial dilestarikan

Penentuan bangunan kuno yang potensial dilestarikan bertujuan untuk mendapatkan bangunan
yang memiliki nilai makna kultural di atas rata-rata. Sebelum mendapatkan bangunan kuno yang potensial dilestarikan maka akan dilalui beberapa tahap, antara lain:
  • Penentuan total nilai makna kultural per bangunan Pada tahap ini akan dihitung nilai makna kultural per bangunan kuno yang merupakan gabungan dari delapan kriteria (tabel 1 pada lampiran).
  • Penentuan nilai rata-rata makna kultural seluruh bangunan Bangunan kuno potensial dilestarikan apabila nilai makna kultural bangunan tersebut sama dengan atau lebih besar dari nilai rata-rata makna kultural seluruh bangunan kuno. Adapun nilai rata-rata makna kultural seluruh bangunan adalah 14,45.
  • Penentuan bangunan kuno yang potensial dilestarikan.
Berdasarkan pembahasan maka diperoleh bangunan potensial dilestarikan, yaitu sebagai berikut (tabel 2).

Arahan Pelestarian Bangunan

Penentuan arahan pelestarian untuk bangunan yang potensial dilakukan dengan mengklasifikasikan bangunan potensial menjadi dua, yaitu potensial tinggi dan potensial rendah. Bangunan kuno potensial tinggi adalah bangunan yang yang memiliki nilai makna kultural di atas rata-rata golongan bangunan kuno yang potensial dilestarikan (16,8), sehingga tingkat perubahan yang timbul dari adanya teknik pelestarian sangat kecil atau tidak ada. Bangunan potensial rendah akan dilakukan teknik konservasi dimana tingkat perubahannya masih tergolong kecil. Adapun bangunan yang kurang potensial dilakukan arahan rehabilitasi/restorasi dengan tingkat perubahan yang ditimbulkan tergolong tingkat perubahan sedang (tabel 3).

Tabel 2. Klasifikasi Bangunan Kuno Potensial dan Kurang Potensial Dilestarikan di Kawasan Kampung Batik Laweyan

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot29.JPG
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2006.

Tabel 3. Klasifikasi dan Arahan Pelestarian Bangunan Kuno di Kawasan Kampung Batik Laweyan.

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot30.JPG
http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot31.JPG
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2006

KESIMPULAN
  • Secara umum, Peruntukan lahan kawasan Kampung Laweyan saat ini didominasi oleh fungsi permukiman, komersial dan kegiatan industri batik adalah tergolong peruntukan campuran atau mix use. Bangunan rumah tinggal penduduk umumnya masih mengikuti pola ruang Jawa. Bentuk bangunannya pada dasarnya tetap memakai bentuk Jawa (joglo) tetapi mempunyai gaya yang tidak murni Jawa lagi karena dipengaruhi bentuk bangunan asing yang menonjolkan garis lurus dan lengkung (Indisch). Masyarakat Laweyan adalah masyarakat yang mengelompok baik sistem kekeluargaannya maupun sistem mata pencahariannya, sehingga masyarakat Laweyan merupakan masyarakat yang tertutup, yang masih patuh pada adat yang diwarnai faham Islam yang dianut oleh sebagian masyarakat Laweyan.
  • Bangunan kuno yang potensial dilestarikan dengan nilai makna kultural di atas atau sama dengan 14,45 adalah sebanyak 35 bangunan yang tersebar pada kawasan Kampung Laweyan. Sebagian besar (40%) bangunan kuno yang potensial dilestarikan terletak di Kepuh Setono (ST).
  • Berdasarkan pembahasan tentang tingkat kepentingan pelestarian berdasarkan penilaian kriteriakriteria makna kultural yang telah dilakukan dengan metode pembobotan, maka dapat diketahui bahwa dari 80 bangunan yang diteliti terdapat 19 bangunan yang memiliki tingkat potensial tinggi untuk dilestarikan (preservasi), 16 bangunan yang memiliki tingkat potensial sedang (konservasi), dan 45 bangunan yang memiliki tingkat kurang potensial untuk dilestarikan (rehabilitasi/restorasi).
SARAN
  • Bagi Pemerintah, rekomendasi arahan pelestarian fisik dan non fisik yang merupakan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi penyusunan PERDA cagar budaya (tindak lanjut SK Walikota No. 5 tahun 1997) maupun aspek pelestarian cagar budaya dalam Rencana Tata Ruang Kota Surakarta sebagai acuan yang memiliki kekuatan hukum dan mengatur secara teknis tentang upaya pelaksanaan pelestarian cagar budaya di Kota Surakarta.
  • Prioritas preservasi dan konservasi direkomendasikan bagi bangunan kuno yang memiliki nilai makna kultural tinggi khususnya kandungan nilai peranan sejarahnya. Bagi bangunan yang masuk arahan preservasi seperti Langgar Merdeka, diupayakan upaya perbaikan tampilan bangunan berupa penggantian elemen yang rusak/lapuk dan pengecetan bangunan secara rutin. Konservasi bagi bangunan kuno yang masih terawat dan digunakan seperti usaha batik “Sidoluhur” sebagai alat implementasinya dapat melalui upaya restorasi, sedangkan bangunan yang masuk dalam kelompok arahan rehabilitasi disarankan untuk adaptive reuse, rekontruksi, rehabilitasi, dan renovasi.
  • Pelestarian kawasan Kampung Laweyan juga dapat disertai dengan mempertahankan karakteristik wujud fisik bangunan dan memunculkan potensi kegiatan khas masyarakat berupa kegiatan usaha batik yang merupakan unsur utama identitas Laweyan sebagai kawasan unik dan bersejarah.
  • Selain peran serta aktif Pemerintah dan masyarakat juga diperlukan adanya peran serta pihak swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam upaya pelestarian. Salah satunya melalui sosialisasi tentang peraturan/kebijakan tentang pelestarian cagar budaya, pemberian penghargaan kepada pemilik/pengelola cagar budaya baik berupa piagam, plakat atau trofi serta menfasilitasi kegiatan industri batik (Usaha Kecil Menegah/ UKM) melalui bantuan modal, promosi serta pemasaran batik Laweyan agar kegiatan batik sebagai salah satu ciri khas kawasan Kampung Laweyan dapat dilestarikan.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Aliyah, Istijabatul. Arah Perkembangan Fisik sebagai dasar Pertimbangan Konservasi Kampung Kemlayan Di Surakarta. Jurnal Arsitertura Volume I. No. 1, April 2003, hal 18-24.
  2. Aliyah, Istijabatul. Identifikasi Kampung Kemlayan Sebagai Kampung Tradisional Jawa Di Pusat Kota. Jurnal T eknik Volume XI. No. 1, April 2004, hal 33-40.
  3. Anonim. Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 646 Tahun 1997 Tentang Penetapan Bangunan-Bangunan Dan Kawasan Kuno Bersejarah Di Kotamadya Surakarta Yang Dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Bagar Budaya. Surakarta: Dinas Tata Kota. 1997.
  4. Astuti. Penataan Lingkungan Kampung Sondakan Sebagai Kampung Wisata Batik. Skripsi Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: UGM. 1990.
  5. Budiharjo, Eko. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Bandung: Alumni Bandung. 1982.
  6. Erwin, Bambang. Pelestarian dan Pengembangan Kawasan Bersejarah. Jurnal Emas FT UKI. Thn. X, November 2000, hal 19-29.
  7. Gufron. Muhammad. Perlindungan Bangunan-Bangunan Bersejarah di Kota Bandung. 1994.
  8. Haryani. Preservasi dan Konservasi Kawasan Bersejarah Pusat Kota Lama Padang: Suatu Kajian Awal Menuju Suatu Design Guidelines. Tesis Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: UGM. 2000.
  9. Ismunandar, K. Joglo, Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. Yogyakarta. 1986.
  10. Lilananda, Rudy Prasatya.’Upaya Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Pelestarian Bangunan di Kawasan Nyamplungan Surabaya’. Makalah disampaikan pada International Symposium On Saving Our City Environtment Towards Anticipating Urbanization Impact In 21th Century. Pusat Studi Manajemen dan Teknologi Lingkungan (PSMTL) Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang: tanggal 8-9 September. 1997.
  11. Ningsih. Revitalisasi Kampung Batik Laweyan Sebagai Kampung Wisata Batik Di Surakarta. Skripsi T idak Diterbitkan. Surakarta: UNS. 2004.
  12. Nurmala. Panduan Pelestarian Bangunan Tua/ Bersejarah di Kawasan Pecinan-Pasar Baru, Bandung. T esis T idak Diterbitkan. Bandung: Bidang Khusus Rancang Kota Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITB. 2003.
  13. Priyatmono, Alpha Fabela. Studi Kecenderungan Perubahan Morfologi Kawasan di Kampung Laweyan Surakarta. T esis Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: UGM. 2004.
  14. Setyaningsih, Wiwik. Sistem Spasial Rumah Ketib di Kauman Surakarta. T esis T idak Diterbitkan. Yogyakarta: Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada. 2000.
  15. Sidharta dan Budiharjo, Eko. Konservasi Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah di Surakarta. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 1989.
  16. Soedarmono. Mbok Mase Pengusaha Batik di Laweyan Solo Pada Awal Abad 20. Jakarta: Yayasan Warna Warni Indonesia. 2006.
  17. Tim BAPPEDA. Rencana Induk Pariwisata Dati II Surakarta. Surakarta. 1993.
  18. Tim BAPPEDA. RUTRK Dati II Surakarta. Surakarta. 1993.
  19. Tim BAPPEDA. Grand Design Kawasan Kampoeng Batik Laweyan Surakarta. Surakarta. 2005.
  20. Widayati, Naniek. Permukiman Pengusaha Batik Di Laweyan Surakarta. T esis Tidak Diterbitkan. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 2002.
LAMPIRAN

Tabel 4. Penilaian Kriteria Makna Kultural Bangunan Kuno di Kawasan Kampung Laweyan

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot32.JPG
http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot33.JPG
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2006

Keterangan:
KW = Kwangan
ST = Setono
KL = Klaseman
LP = Lor Pasar
KR = Kramat
SW = Sayangan Wetan
SK = Sayangan Kulon
KP = Kidul Pasar

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot34.JPG
Gambar 11. Kota Surakarta.

http://www.geocities.com/alfafaku/an/kot35.JPG
Gambar 12. Kawasan Kampung Batik Laweyan

Comments :

0 comments to “Pelestarian Kawasan Kampung Batik Laweyan Kota Surakarta”

Post a Comment

 

ArchaeologyWorld

Recent Comments